Misteri Watu Kosek di Sendang Sinongko
Misteri Watu Kosek di Sendang Sinongko - Petilasan Pangeran Sambernyawa tersebar di hampir semua wilayah Jawa Tengah. Petilasan itu sebagai bukti akan perjuangannya saat dulu memimpin perang gerilya melawan kompeni Belanda. Salah satunya ada di Desa Keloran, Kecamatan Selogiri, Wonogiri, Jawa Tengah yang berwujud sebuah sendang dan sebuah batu keramat, yaitu Sendang Sinongko serta batunya bernama Watu Kosek.
Kedua tempat ini sangat dikerarnatkan baik bagi warga desa setempat maupun dari luar desa. Tak heran setiap bulan Suro, kedua lokasi yang hanya dipisahkan oleh sebuah bukit kecil itu sangat ramai dikunjungi oleh orang dari berbagai wilayah. Perkembangan terakhir dari data buku tamu banyak pengunjung dari wilayah Jakarta, Sumatera, serta Jawa Timur. Mereka datang untuk bermeditasi, bersemedi, bertirakat, serta ngalap berkah.
"Di luar bulan Suro, biasanya pada malam Selasa Kliwon tempat ini juga ramai dikunjungi," ujar Suratno (57), seorang warga setempat yang dipercaya menjadi penjaga sendang Sinongko sejak empat tahun yang lalu.
Sebelumnya sendang Sinongko dijaga oleh sesepuh desa yang bernama Samingun yang sejak tiga tahun lalu telah meninggal. Uniknya setiap penjaga sendang di desa tersebut bukan diteruskan oleh anak, cucu atau garis keturunan setiap generasi ke generasinya. Melainkan diteruskan oleh wahyu atau petunjuk gaib yang mendatangi warga desa.
Jadi setiap warga yang mendapat petunjuk gaib biasanya langsung dihubungi oleh anak atau keluarga penjaga sendang yang sudah meninggal atau menyatakan akan pensiun. Orang yang akan ditunjuk selalu mendapat mimpi gaib. Begitu pula salah satu anggota keluarga dari penjaga sendang yang telah meninggal juga mendapat petunjuk atau mimpi gaib yang sama.
Dan kesamaan dari setiap penjaga sendang adalah busana yang terdiri dari ikat kepala blangkon serta sebuah sarung. Busana kebesaran itu berasal dari penjaga sendang yang pertama kali. Busana tersebut konon merupakan pemberian gaib dari roh leluhur.
Sang tokoh sejarah yang menciptakan jejak petilasan tersebut. Busana itu dipelihara dan selalu diwariskan kepada setiap penjaga sendang berikutnya.
"Sudah empat generasi penjaga sendang selalu berlaku demikian, termasuk yang terakhir saya juga mendapat mimpi gaib untuk mengambil busana kebesaran itu dari keluarga mbah Samingun," ujar bapak berputra tiga ini.
Dan benar, ternyata saat ia datang ke rumah keluarga Mbah Samingun, keluarga di sana sudah menunggu dan menyiapkan busana kebesaran tersebut. Rupanya salah satu anggota keluarganya (putra mbah Samingun) juga sudah mendapat mimpi gaib bahwa penerus penjaga sendang adalah Suratno. Jadi begitu calon penjaga sendang baru itu datang mereka sudah tahu dan menyiapkan segalanya.
"Namun karena busana itu sudah uzur dan takut rusak, maka cuma saya simpan rapi dan sekedar dijadikan simbol kepemilikan saja. Untuk sehari-hari saya bertugas di sini memakai sarung atau ikat kepala yang baru," lanjut suami dari almarhumah Martini ini.
Baik Sendang Sinongko ataupun Watu Kosek mempunyai cerita asal-usul atau legenda menarik. Kedua tempat itu memang saling berkaitan. Menurut cerita yang dipercaya secara turun temurun dari warga desa setempat, dulu Pangeran Samber Nyawa lari dari kejaran pasukan Belanda, ia berhenti di sebuah desa di wilayah Wonogiri.
Di desa itulah ia berhenti bersama dengan beberapa pengikut setianya. Pengikutnya yang berjumlah 40 orang terkenal dengan julukan Pasukan Kawan Dasa Jaya. Mereka merasa sangat kehausan dan kelaparan
Kebetulan di tempat pemberhentian mereka tak ada satupun makanan atau hewan yang bisa dijadikan makanan. Akhirnya pangeran melakukan semedi. Karena kesaktiannya tiba-tiba ia mendapat petunjuk adanya sebuah sendang dan sebuah pohon nongko atau nangka di dekat mereka berhenti. Letaknya di samping bukit tak jauh dari mereka berhenti.
"Nah di situlah akhirnya pangeran Samber Nyawa dan pengikutnya meminum air sendang tersebut," ceritanya lagi.
Setelah puas meminum air sendang, segarlah tenggorokan mereka. Dan karena di samping sendang terdapat sebuah pohon nongko atau nangka, maka mereka sepakat menamakan sendang itu dengan nama Sendang Sinongko. Artinya Sendang milik pohon nangka.
Nama sendang itu masih dipakai hingga sekarang. Setelah puas meminum air sendang maka mereka hendak memakan buah nangka yang terlihat segar dan masak-masak.
Kebetulan saat itu ada beberapa buah nangka masak yang telah jatuh ke tanah. Tanpa pikir panjang lagi pangeran dan anak buahnya segera memungut dan memakannya.
Masalah baru timbul, saat ternyata buah nangka itu sangat sulit dibuka kulitnya. Bahkan dengan senjata tajam yang dibawa sekalipun tak mempan. Tombak, keris, pedang, pisau semuanya tak mempan untuk membuka buah nangka itu. Buah itu dipercaya masih memiliki tuah gaib karena memang merupakan buah dari pohon tiban (pohon gaib yang muncul tiba-tiba).
Akhirnya sang pangeran bersemedi lagi. Dan kali ini ia mendapat petunjuk bahwa agar bisa membuka isi buah nangka itu, senjata untuk membukanya harus diasah dulu di sebuah batu yang letaknya juga tak jauh dari sendang dan pohon nangka itu (sekitar 500 meter ke arah Barat).
Dan benar setelah ia mengasah senjatanya di batu tersebut, ternyata senjata itu menjadi makin tajam dan bisa untuk membuka buah nangka tersebut. Pangeran dan semua prajuritnya akhirnya bisa menikmati daging dari buah nangka itu.
"Akhirnya para pengikut atau prajurit dari Pangeran semuanya mengasah masing-masing senjatanya di batu ajaib tersebut," ujarnya meneruskan cerita.
Karena khasiat batu ajaib itulah, maka saat itu batu tersebut dinamakan Watu Kosek, atau Batu Kosek yang artinya batu buat mengasah. Konon setelah dari tempat itu, mereka mengadakan kontak senjata atau pertempuran dengan pasukan Belanda di wilayah hutan dekat Wonogiri.
Nah ajaibnya senjata para prajurit yang sudah diasah di batu kosek itu semuanya bisa melumpuhkan atau membunuh lawan-lawannya. Banyak serdadu Belanda yang mati. Bahkan siapapun prajurit yang memegang senjata itu seperti kebal terhadap bacokan senjata tajam lawan ataupun bedil dan meriam Belanda.
Dan akhirnya sisa-sisa pasukan Belanda ketakutan dan melarikan diri. Sejak saat itulah, setiap ada pasokan senjata baru untuk prajurit Pangeran Samber Nyawa selalu diasah di tempat Watu Kosek tersebut.
Namun versi lain menyebutkan, di lokasi Batu Kosek itu juga digunakan untuk mengasah mata batin atau bersemedi dari para senopati perang pimpinan Pangeran Samber Nyawa.
Di tempat tersebut Raden Mas Said dan Pasukannya berdiam diri agak lama, karena mendapatkan ketenangan hidup. Hingga saat ini tempat itu juga dipercaya olen masyarakat untuk mempertajam batin, sehingga bertambah tajam daya pikirannya. Seperti tempat petilasan sejarah lainnya, mereka juga percaya bahwa tempat itu bisa dijadikan tempat ideal untuk ngalap berkah memohon sebuah pengkabulan doa tertentu.
"Pengunjung yang datang biasanya mengawali dengan ritual mandi di sendang sebanyak tujuh ember," lanjutnya.
Ritual mandi air sendang yang sudah berwujud sumur ini memang mempunyai makna atau filosofi khusus. Yaitu dalam bahasa Jawa kata tujuh artinya 'pitu', atau jika diterjemahkan bebas dalam simbol ritual bermakna 'pitulungan', atau memberi pertolongan bagi siapa saja yang mau untuk ditolong. Jadi ritual ini dimaksudkan agar pelaku ritual segera mendapat pertolongan dari doanya lewat media arwah atau roh gaib leluhur sendang.
Setelah mandi sebanyak tujuh ember, maka dilanjutkan dengan mengucapkan doa dan sesajian sederhana di sebuah petilasan di samping sendang. Sesajian hanya berupa bunga serta membakar beberapa asap dupa atau kemenyan. Konon di petilasan ini dulunya terdapat pohon nangka dimana dulunya sang pangeran dan pengikutnya memakannya.
Namun pohon itu kini telah hilang, dan berganti dengan pohon beringin yang uniknya diberi tali rantai. Pemberian tali rantai ini juga berkaitan dengan petunjuk gaib yang diterima oleh sang penjaga sendang. Dan maknanya hanya sang juru kunci atau penjaga sendang sendiri yang mengetahuinya. Nah setelah dari petilasan di bawah pohon ini, ritual selesai.
Namun bagi yang ingin memantapkan pikiran serta rituainya bisa dilanjutkan dengan mengakhiri di lokasi Watu Kosek. Di kedua lokasi petilasan ini, banyak pemunculan gaib yang seringkali dijadikan petunjuk sebagai berkah bagi pengunjung atau siapa saja yang mengalami dan mengetahuinya.
Diantaranya adalah kemunculan beberapa manusia dengan busana ala jubah putih atau surban putih. Biasanya pengunjung yang melihat kemunculan gaib ini mudah mendapat berkah setelan melakukan ritual dari tempat ini.
Pertanda lain adalah kemunculan wanita-wanita atau putri cantik yang seringkali menghampiri pengunjung dan menggoda pengunjung dengan cara mencium pengunjung. Seringkali putri-putri cantik itu tak sekedar menggoda, melainkan mengajak bercinta bagi siapapun pengunjung terutama pengunjung pria baik tua maupun muda.
Nah jika pengunjung mau diajak bercinta, maka biasanya keinginan atau doa permintaan pengunjung yang bersangkutan bisa terwujud dengan cepat.
"Biasanya putri-putri cantik itu datang dan mengajak bicara secara gaib saat menjelang tengah malam, selanjutnya tergantung dari mental si pengunjung," ujar penjaga sendang itu yang mengaku juga pernah didatangi oleh putri-putri cantik yang dimaksud.
Bagi warga desa setempat jika sedang punya hajat seperti perkawinan atau sunatan juga tak lupa untuk memberikan sesajian di sendang tersebut. Dulu sering terjadi jika ada warga yang melupakan sendang ini, maka saat pesta hajatan berlangsung, pasti listriknya akan mati mendadak dalam jarak yang lama. Sehingga lampu atau sound system-nya pasti ngadat dan mengganggu jalannya pesta.
Begitu pula ada pantangan bagi pengunjung wanita yang datang bulan dilarang mandi di sendang. Jika melanggar biasanya akan pingsan atau kesurupan. Bahkan pernah dulu ada yang nekat melakukan ritual. Setelah sampai di petilasan bawah pohon untuk melakukan doa, tiba-tiba saja sepasang sandalnya terangkat ke atas dan dilempar ke mukanya. Karuan saja si pengunjung tari ketakutan dan mendapat ketenangan setelah berkonsultasi dan mendapat solusi dari si penjaga sendang.
Sumber gambar:
bimasinatribloka11.blogspot.com