Kisah Horor Nyata: Aku Korban Pesugihan
Kisah Horor Nyata: Aku Korban Pesugihan - Setelah bersetubuh dengan jin itu, kemaluanku terasa sakit karena lecet. Kini aku terjangkit penyakit aneh yang tak ada obatnya. Dan aku tinggal menghitung hari menuju kematian...
Demi mendapatkan harta kekayaan, aku menggadaikan akidahku. Bersekutu dengan iblis laknat. Aku tergoda dengan ajakan teman untuk melakukan pesugihan, syaratnya aku harus berhubungan intim dengan mbah dukun yang raganya dipakai oleh jin kafir.
Mbah dukun bilang kalau jin kafir hadir dalam wujud yang sebenarnya, aku bisa mati ketakutan. Apa itu hanya alasannya saja untuk menikmati tubuhku? Aku tidak tahu.
Perbuatan terkutuk itu aku lakukan sampai berulang kali pada mbah dukun yang berbeda. Setelah melakukannya, bukan harta yang kudapat tapi penyakit kronis sampai dokter tidak tahu apa jenis penyakitku.
Dalam keadaan dililit hutang Bank, aku nyaris saja bunuh diri tak sanggup menanggungnya. Kemana uang aku cari? Meminjam pada siapa dan siapa pula yang bersedia memberikan pinjaman? Pikiranku saat itu galau dan kacau balau.
Aku sebenarnya adalah seorang pengusaha tahu dan tempe yang terbilang cukup sukses di desaku. Usaha pembuatan tahu tempe itu warisan dari almarhum suamiku yang meninggal dunia secara tidak wajar. Penyakit yang diderita suamiku bukan penyakit medis tapi non medis.
Datangnya penyakit itu di waktu-waktu tertentu saja menjelang matahari terbit, tengah hari, saat matahari terbenam, dan di waktu tengah malam. Kata orang pintar penyakit yang diderita suamiku akibat dari kiriman santet seseorang yang merasa iri atas kemajuan usaha suamiku.
Kalau penyakitnya kambuh, ia akan berteriak histeris dan mengucapkan kata-kata kotor mencaci maki. Karena tidak tahan menanggung rasa sakit, ia membenturkan kepalanya ke tembok kamar sampai berdarah-darah.
Selain itu perutnya seperti diiris-iris sembilu, terasa pedih. Ketika sadar ia tidak dapat mengingat apa yang terjadi. Selama menderita sakit tubuhnya kurus dan wajahnya pucat pasi seperti mayat.
Usaha pembuatan tahu tempe sejak suamiku menderita sakit tetap beroperasi sebagaimana biasa, tapi produksinya menurun. Yang yang seharusnya untuk biaya produksi dialihkan untuk biaya pengobatan suamiku pada dukun dan Rumah Sakit.
Tiga bulan menderita sakit, mas Parman suamiku berpulang ke Rahmatullah. la meninggalkan seorang anak usia SD dan aku.
Suamiku mewariskan usaha pengelolaan tahu tempe, tapi untuk meneruskannya aku butuh modal besar. Apalagi ketika terjadi lonjakan harga kedele, usahaku nyaris gulung tikar.
Untuk tetap mempertahankan produksi aku meminjam uang di Bank dengan jaminan sertifikat tanah dan rumah. Ketika usahaku kembali berproduksi ternyata tetap tidak dapat menutupi biaya produksi.
Usahaku merugi hingga akhirnya bangkrut. Satu per satu buruh yang selama ini menggantungkan hidupnya padaku pindah ke tempat lain. Selain kehilangan pelanggan aku juga kehilangan buruh.
Dalam kebingungan mencari uang, aku diajak Tutik teman sekolah SMP-ku melakukan ritual pesugihan yakni menikah dengan jin.
Ia sendiri belum pernah melakukannya hanya mendengar cerita dari orang katanya ada dukun yang bisa memberikan harta kekayaan berupa uang atau emas batangan. Syaratnya masih gadis atau sudah resmi menjanda.
Kami menemui mbah dukun yang konon bisa membantu mendapatkan harta kekayaan dalam bentuk berlian. Dukun itu tinggal di pinggir hutan desa. Namanya mbah Kardi.
Ia membangun sebuah gubuk tempat berteduh. Usianya sekitar 90 tahun tapi tubuhnya terlihat bugar. Matanya masih terang dan indra pendengarannya masih normal.
Kepadanya kami jelaskan maksud kedatangan kami menemuinya.
"Mbah hanya sebatas membantu menikahkan cucu dengan Jin. Pernikahan itu hanya semalam melalui perantara pemuda di sini dan terjadi hanya sekali. Kalau bernasib baik bisa mendapatkan harta, tapi jika bernasib sial penyakit yang didapat," katanya mengingatkan kami.
"Kami siap menerima kemungkinan yang terjadi Mbah," kataku.
Selepas sholat Isya, kami berdua diajak Mbah Kardi menuju ke tengah hutan melalui jalan setapak. Sekitar dua kilometer kami berjalan tiba di tempat ritual.
Ditempat itu dibangun pondok-pondok kecil sebanyak 9 buah. Kedatangan kami disambut oleh dua orang pemuda bertubuh kekar berwajah flamboyan. Pemuda inilah yang akan menjadi suamiku malam nanti.
Mban dukun menikahkan kami sesuai syariat Islam nikah siri, besok pagi bercerai. Dalam pernikahan itu ada saksi dan wali.
Selesai akad nikah, aku dibawa ke sebuah kamar gelap gulita tanpa ada cahaya. Kamar itu konon khusus untuk ritual memanggil jin Islam.
Setelah jin itu masuk ke dalam raga pemuda kekar yang menjadi suamiku, mbah dukun meninggalkan kami berdua. Ia menemui Tutik untuk melakukan ritual yang sama.
Pemuda yang kerasukan jin melucuti pakaian yang menutupi tubuhku. Nafsunya liar dan buas. Perlakuannya kasar tapi aku suka karena nafsuku menjadi terbakar hebat.
Desah napasnya bagai deru ombak di Samudera. Puncaknya terpancar lahar panas bagai letusan dari kepundan gunung merapi. Aku terdiam mendesah lirih dan merasakan kenikmatan tiada tara.
Hal itu terjadi berulangkali hingga akhirnya aku tak sadarkan diri. Menjelang siang baru aku terjaga dari tidur.
"Mandi dulu mbak," kata pemuda yang tadi malam menyetubuhiku.
"Kamar mandinya di mana?" Tanyaku.
"Di Dawah bukit Mbak. Mari saya antar," katanya.
Aku pergi berdua dengannya menuju tempat pemandian yang hanya ditutupi daun kelapa yang dianyam. Terdapat beberapa tempat pemandian bentuknya sama.
Dari salah satu kamar mandi yang aku lalui terdengar desah birahi wanita bersama pasangannya.
"Kalau mbak mau, saya bersedia melakukannya," kata pemuda yang berjalan di belakangku.
"Kita cari tempat yang aman!" Mumpung Statusku masih menjadi istrinya. Bisik hatiku.
"Ke sana mbak pasti aman," katanya menunjukkan tempat agak jauh dan terpisah dari tempat pemandian yang lainnya.
Setiap kamar mandi yang kami lalui terdengar suara birahi wanita yang mencapai puncak kenikmatan. Aku pun melakukan hal yang sama untuk memuaskan nafsu birahiku.
Sebelum pulang, pemuda yang menikahiku tadi malam menjatuhkan talak tiga. Ia menceraikanku saat itu juga. Ternyata Tutik juga melakukan perbuatan yang sama.
Setelah tiba di rumah, harta yang kudambakan tidak juga menjadi kenyataan. Semula aku berniat tidak ingin melakukan pesugihan dengan menikah dengan jin lagi. Tapi saat ada teman mengajak, aku tidak dapat menolaknnya.
Entah mengapa aku menjadi ketagihan berhubungan dengan jin yang meminjam raga manusia untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya dengan imbalan harta.
Tina, teman SD-ku, mengajak melakukan ritual nikah dengan jin tanpa perantara. Ceritanya, ada dukun yang bisa melakukannya dan sudah banyak yang berhasil.
Tergiur dengan segepok uang ratusan juta dalam karung sebagai imbalan berhubungan intim dengan jin pemilik harta kekayaan, aku kembali melakukan ritual yang nyeleneh itu.
Pada hari Minggu, Tina mengajakku menemui dukun itu yang tinggal di luar kota. Rumah mbah dukun berada agak terpisah dengan pemukiman masyarakat. Halaman rumahnya luas untuk parkir mobil dan kendaraan roda dua.
Di tengah bangunan rumah dibangun joglo tempat duduk tamu yang datang. Suasana di tempat prakteknya jauh dari kesan angker.
Kepada mbah, kami utarakan maksud kedatangan kami.
"Saya hanya sebatas membantu menikahkan dengan jin pemilik harta Pesugihan. Orang yang datang kemari ada yang berhasil dan ada yang gagal," katanya mengingatkan.
"Mengapa bisa gagal mbah, apa penyebabnya?" Tanyaku.
"Pengantin wanita yang pernah berhubungan intim dengan jin untuk mendapatkan imbalan harta. Jin itu tidak mau menikmati bekas sisa bangsanya.
Dan jin yang berbulan madu dengan kalian tidak menampakkan wujudnya. Kalian berdua hanya dapat merasakan rabaan tangannya dan sentuhan bibirnya tanpa melihat dirinya.
Hubungan intim itu diiakukan dalam ruangan kamar yang gelap gulita dan dalam kelambu hitam," kata mbah dukun menjelaskan. Ritual itu dilakukan tengah malam dalam kamar-kamar khusus yang disediakan mbah dukun.
Malam itu ada 7 orang yang melakukannya. Aku masuk duluan ke dalam kamar, disuruh berbaring di atas kasur. Mulut mbah dukun komat-kamit membacakan mantra.
Setelah selesai membacakan mantra ia lalu meninggalkanku seorang diri dalam kamar yang gelap gulita. Pintu ia kunci dari luar.
Sebenarnya hatiku diliputi perasaan takut, tapi mengingat sekarung uang pecahan seratus ribu yang akan ditinggalkan jin sehabis berhubungan intim denganku, perasaan takut itu dapat kunetralisir.
Tiba-tiba aku mendengar suara hembusan angin kencang menderu-deru. Mungkin suara angin itu pertanda jin yang hendak berbulan madu denganku telah datang, bisik hatiku menduga-duga.
Ternyata dugaanku benar. Sesaat kemudian kelambu hitam tempat aku berbaring tersingkap. Aku mencium bau harum menyegarkan. Jin itu melumat bibirku dan menyentuh bagian-bagian tubuhku.
Tangannya melucuti seluruh pakaianku. Mataku terpejam menikmati semua sensasi luar biasa yang dilakukannya. Puncaknya, ia memberikan kepuasan yang luar biasa.
Aku benar-benar menikmati surga dunia yang sesungguhnya, bahkan aku sampai tidak sadarkan diri, terbawa hanyut dalam kenikmatan duniawi.
Saat aku siuman, aku merasa organ intimku terasa perih. Bekas tadi malam menimbulkan lecet. Ukuran alat vital jin itu melebihi ukuran manusia biasa. Nafsu birahinya juga besar demikian pula kemampuan berhubungan intimnya yang di atas rata-rata manusia normal.
Pandangan mataku menyapu seluruh ruangan kamar. Ternyata aku tidak melihat ada karung hitam yang ditinggalkan jin yang telah menyetubuhiku tadi malam.
Ketika hal itu kutanyakan pada mbah dukun jawabannya, "Jin itu kecewa karena mbak Pernah berchubungan dengan jin. Mbak melakukannya bukan sekali - dua kali," kata mbah dukun menjelaskan.
Apakah jawabannya itu sebagai alasan saja, akupun tidak tahu. Tapi akibat dari ritual nikah dengan jin yang aku lakukan menimbulkan penyakit kronis. Bahkan dokter pun tidak tahu jenis penyakit yang kuderita.
Tubuhku yang dulu sintal kini berubah menjadi keriput seperti nenek-nenek. Penyakit yang menggerogoti tubuhku itu adalah akibat dari perbuatanku bersekutu dengan iblis.
Kini aku membayangkan siksaan yang akan aku terima di alam kubur dan di dalam neraka. Pintu bertobat pun rasanya sudah tertutup. Dari hari ke hari penyakitku bertambah parah. Aku tinggal menghitung hari kematian.
Kepada putri tunggalku aku hanya bisa berkata dalam hati, "Maafkan ibumu nak, yang telah salah memilih jalan kehidupan." Ucapan yang sama juga kutujukan pada Mas Parman, almarhum mantan suamiku.
Semoga pengalaman hidupku ini bisa menjadi pelajaran bagi orang lain. Kalau Mau kaya harus bekerja dan berusaha di jalan yang diridhoi Allah. Demikian kisah yang diceritakan Mbak Yani dalam suratnya yang ditulis tangan.