Legenda Hantu Tuju
Ini adalah sebuah kisah yang pernah diceritakan oleh ibu saya, dahulu ia mendengarnya dari para tetua. Kisah tentang legenda Hantu Tuju.
Di daerah Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, dikenal adanya hantu Tuju. Ummumnya, hantu Tuju lebih dikenal orang sebagai hantu Kuyang. Sosok Hantu yang berupa kepala dan organ dalam terlepas dari badannya.
Hantu ini bergerak dengan cara terbang dan menghisap darah. Dalam berbagai kepercayaan dan saksi mata, konon kuyang atau hantu Tuju biasanya menghisap darah wanita hamil.
Dalam kisahnya, ibu mengaku pernah berjumpa dengan hantu Tuju. Saat itu dia masih SD dan sedang pulang mengaji. Karena jarak rumah di kampung jauh-jauh, ibu dan teman-temannya pulang bersama.
Satu per satu mereka pun berpisah ke rumahnya masing-masing hingga tinggal ibu seorang diri. Saat melewati daerah yang sepi, ibu melihat ada sesuatu yang bercahaya di atas pohon.
Saat diliat, ia kaget karena melihat ada kepala terbang. Dari lehernya menetes darah tapi bercahaya seperti api. Ibu pun langsung lari tunggang langgang pulang ke rumah.
Kembali ke cerita aslinya...
Latar belakang cerita ini kemungkinan pada sekitar tahun 1940-an. Karena menurut ibu, saat itu sedang terjadi huru-hara masuknya Jepang ke Indonesia.
Masa pendudukan Jepang adalah masa yang sulit karena berbagai bahan makanan yang ada dikumpulkan untuk persiapan perang. Di masa perang itu, masyarakat hidup susah. Beras pun langka.
Di tengah belantara Kalimantan Barat, ada kampung yang sekarang masuk wilayah Kapuas Hulu. Disana tinggal sepasang suami-istri bernama Upang dan Imas. Usia mereka masih mudah, masih sekitar 30 tahun.
Karena kesulitan ekonomi, Imas setiap hari membantu suaminya. Setiap pagi jika suaminya pergi mencari ikan dengan perahu, Imas masuk ke hutan mencari sayuran seperti daun paku atau pakis.
Begitulah keseharian sepasang suami istri muda itu. Kehidupan mereka awalnya tenang dan damai saja. Sampai suatu ketika Imas mendapat kabar bahwa dia hamil dari dukun beranak di kampungnya.
Hari itu Imas pulang ke rumah dengan perasaan senang. Dipakainya baju yang menurutnya paling bagus, paling bersih, dan paling wangi. Ia lalu membuat masakan enak karena ia hendak memberi kabar baik pada Upang, suaminya.
Sampai menjelang senja, Imas duduk di depan rumah menanti Upang. Ketika malam tiba, Upang tak juga muncul. Imas mulai khawatir, tak biasanya Upang pulang terlambat.
Saat waktu beranjak semakin malam, Imas semkain panik. Ia menyalakan obor dan berjalan melewati jalanan kampung yang becek.
"Mau kemana kau, Imas, malam-malam begini?" Tanya salah satu tetangga.
"Mau mencari Bang Upang, tak biasanya dia ndak pulang" kata Imas.
Imas lalu berjalan menuju tepian sungai. Ia akan menunggu Upang di sana. Ia berjalan cepat, pikirannya berkecamuk. Apakah Upang berjumpa serdadu Jepang lalu ditangkap dan dikirim sebagai pekerja paksa?
Membayangkan hal itu saja Imas sudah merasa ngeri. Ia mengusir pikiran buruk itu jauh-jauh.
Sesampainya di tepi sungai, Imas merasa lega karena melihat Perahu Upang sedang terikat pada salah satu dahan kayu. Itu tandanya Upang sudah di kampung.
Tapi di mana? Imas tak berjumpa dengan seuaminya di sepanjang jalan. Apa ia sudah sampai di rumah? Imas kembali pulang dengan mempercepat langkahnya.
Udara malam itu terasa begitu dingin. Suara jangkrik terdengar bersahutan dengan suara kodok. Angin yang kencang tiba-tiba meniup obor yang Imas bawa hingga padam. Ia menghentikan langkahnya.
Imas berjalan pelan, ia tak dapat melihat jalan. Rumah-rumah di kala itu jaraknya berjauhan, jadi cahaya lampu minyak dari dalam rumah penduduk tak dapat membantunya.
Imas berjalan pelan, memastikan ia tak tersandung akar pohon atau terpleset di jalan yang becek.
Saat melewati sebuah rumah, ia melihat lampu petromak di rumah itu mati. Namun di bawah kolong rumah tampak cahaya berkilauan.
Rumah di kampung itu memang tinggi-tinggi seperti rumah panggung Melayu. Terdorong keinginan hendak meminta api, Imas mendekati pemilik sumber cahaya tersebut.
"Mak, Imas mau minta api" kata Imas dari kejauhan.
Ia mendekat sosok itu. Sosok itu menoleh, dan alangkah kagetnya Imas. Sebuah pemandangan mengerikan terpampang di depannya.
Sosok itu adalah Hantu Tuju. Imas dapat melihat jelas kepala itu hanya tersambung dengan organ-organ dalam yang menggantung di lehernya.
Organ-organ dalam itu terang seperti berapi, tapi darah yang menetes ke tanah tak membakar apapun. Hilang. Lenyap begitu saja.
Imas mengenal wajah itu, ia juga tahu rumah siapa itu. Ia terdiam, tubuhnya kaku. Hantu kepala itu mendekat, matanya menatap Imas dalam-dalam.
"Jangan kau ceritakan pada siapapun, jangan!" Bisik Hantu Tuju itu. Raut wajahnya mengancam. Imas dapat merasakan udara dingin menusuk-nusuk dadanya.
Hantu itu kemudian terbang dan menghilang di antara rerimbunan pohon. Imas masih mematung. Ia hilang semangat. Tubuhnya kaku dan bibirnya bergetar. Rasa ketakutan yang hebat menderanya.
Setelah kesadarannya kembali, Imas bergegas pulang ke rumahnya dengan tubuh lunglai. Energinya seperti terserap habis. Ia melihat lampu di rumahnya sudah menyala.
"Darimana saja kau? Apa yang kau lakukan malam-malam begini?" Tanya Upang. Ternyata Upang sudah di rumah.
"Aku mencarimu, Bang" kata Imas.
"Tak perlulah kau mencariku, Imas. Aku laki-laki dewasa, badanku kuat. Tak ada yang perlu kau khwatirkan" kata Upang.
"Aku khawatir, Bang" kata Imas.
"Halah, aku tak perlu kau khawatirkan" kata Upang.
Imas tertunduk sedih. Ia bahkan lupa menceritakan soal kehamilannya. Tubuhnya lemah, dan Upang malah memarahinya.
"Kalau begitu kita makan yuk, bang. Abang pasti capek kerja seharian" kata Imas.
"Aku sudah makan duluan. Tadi perutku lapar" kata Upang.
"Baiklah" kata Imas.
Ia masuk ke dapur untuk makan, namun semua makanan yang ia siapkan sudah habis.
"Abang habiskan, bang?" Tanya Imas.
"Iya. Kenapa? Kupikir kau sudah makan. Lagipula kau hanya di rumah, pastilah kau tidak terlalu lapar bukan?"
"Kalau begitu Imas masak ikan yang abang tangkap saja"
"Tidak ada ikan. Aku tidak dapat apa-apa hari ini, Imas" kata Upang.
Malam itu Upang tidur duluan, sedangkan Imas masih terjaga dengan perut yang lapar. Pikirannya berkecamuk. Masih terbayang sosok Hantu Tuju yang ia lihat malam itu.
Ia masih dapat membayangkan wajah menyeramkan itu. Wajah yang ia kenal, dan malam itu tampak begitu mengerikan.
Keesokan paginya seperti biasa Imas pergi ke hutan. Setelah mencari bahan makanan, ia juga mencari pohon bemban yang nantinya akan dia anyam menjadi tikar. Ah, Imas ingin anaknya lahir di atas tikar baru yang akan ia anyam.
Senja itu Upang pulang seperti biasa. Saat matahari tenggelam, Upang sudah ada di rumah.
"Ada yang mau aku bilang, bang" Imas memulai percakapan.
"Ada apa?"
"Aku mengandung, bang" kata Imas. Ah sudah dari siang ia ingin menyampaikan itu.
"Mengandung?"
"Iya, Bang. Kita akan punya anak"
Tapi wajah Upang tak terlihat senang. Wajahnya kaku, seperti batang bemban yang belum dikeringkan. Imas dapat melihat tatapan gusar Upang.
"Mungkin Mak Salmah salah" kata Upang. Mak Salmah adalah nama dukun beranak di kampung itu.
"Salah bagaimana?"
"Sudahlah, Imas. Jangan berkhayal. Tak mungkin kita akan punya anak" kata Upang. Ia membaringkan badannya dan tidur membelakangi Imas.
-----
Imas berdiri di depan rumah Mak Salmah. Badannya gemetar. Apa benar Mak Salmah salah? Apa ia harus memeriksanya lagi? Ia tak dapat membuat keputusan.
"Hei Imas, masuklah! Kenapa kau berdiri di situ seperti tunggul kayu?" Seru Mak Salmah dari dalam rumah.
Imas pun naik ke tangga rumah Mak Salmah. Badannya panas-dingin.
Mak Salmah cekatan memeriksa Imas. Ia seperti tahu maksud kedatangan Imas.
"Tak perlu takut, Imas. Semua baik-baik saja" kata Mak Salmah.
"Kandunganmu sehat luar biasa" tambahnya.
Sebelum Imas pergi, Mak Salmah memberikan sebuah gelang dari kulit kayu. "Pakailah ini, ini akan membuat kau aman Imas."
Imas mengangguk. "Mintak rela Mak" kata Imas setengah berbisik.
Gelang kulit kayu itu dipercaya orang dulu sebagai penangkal hantu Tuju. Imas heran kenapa Mak Salmah memberikan gelang itu padanya. Tapi gelang itu tetap dikenakannya.
Sementara itu, sikap Upang benar-benar berubah. Ia lebih sering pulang malam. Tak jarang ia pulang dengan aroma arak yang menyengat. Imas benar-benar merasa sedih.
Hingga usia kehamilannya sudah menginjak 6 bulan, Imas merasa semakin sendirian. Upang kadang berhari-hari tak pulang. Kabar tak sedap pun beredar. Upang ditengarai punya istri lagi di kampung lain.
Tapi Imas tak langsung percaya. Ia yakin Upang tak setega itu padanya. Pernikahan mereka memang hasil perjodohan, tapi di awal pernikahan Imas dapat merasakan bahwa Upang mencintainya.
Tapi kabar angin itu semakin sering didengarnya. Setiap Imas mencoba mengkonfirmasi kebenaran pada Upang, ia hanya marah-marah.
Hingga di suatu siang saat Imas pulang dari hutan, ia menemukan seluruh pakaiannya sudah dimasukkan ke dalam keranjang dan diletakkan di teras bersama barang lainnya.
"Pergilah, Imas. Sudah tak ada yang bisa kututupi. Uni hamil, dia butuh tempat yang layak. Uni akan tinggal di sini" kata Upang.
Dari dalam rumah keluar Uni, wanita lain yang ternayta sudah dinikahi Upang diam-diam. Bukan main hancurnya hati Imas. Imas tak menyangka Upang sejahat itu padanya.
Siang itu juga, Imas membawa pakaian dan semua barang miliknya dari rumah itu. Tetangga yang melihat itu merasa iba dan menawarkan bantuan, tapi Imas menolak. Ia tak mau bergantung pada siapapun lagi.
Orang-orang melihat Imas menyusuri jalan setapak yang biasanya ia lalui menuju hutan. Tak ada yang tahu nasibnya setelah itu, ia menghilang.
-----
Kejadian besar terjadi di kampung itu dua bulan kemudian. Saat tengah malam, orang-orang berkumpul membawa obor dan mengelilingi rumah Mak Salmah.
"Keluar kau, dukun iblis!" Seru warga yang marah. Bukan tanpa alasan, beberapa kali warga melihat hantu Tuju di kampung itu. Warga cemas.
Mak Salmah dicurigai sebagai Hantu Tuju. Garis di lehernya konon menjadi penanda. Orang-orang percaya, penganut ilmu itu mempunyai garis di lehernya sebagai bekas kepalanya yang terlepas.
Orang yang berubah menjadi hantu Tuju biasanya adalah penganut ilmu hitam dengan tujuan bermacam-macam. Ada yang karena terikat kontrak, ada yang karena mencari kesaktian.
Warga marah, mereka meradang. Malam itu, api berkobar membakar rumah Mak Salmah. Tapi tak satupun orang yang melihat Mak Salmah keluar dari rumahnya.
Dari kejauhan, kepala Mak Salmah melayang. Ia melihat rumahnya sudah terlalap api bersama dengan badannya. Jika kepalanya tidak kembali ke badannya saat matahari terbit, maka riwayatnya berakhir.
Itulah sebab kenapa Imas takut saat hendak bertemu Mak Salmah. Dia heran saat Mak Salmah memberinya gelang karena Imas tahu bahwa Mak Salmah itu hantu Tuju.
"Mak!" Panggil Imas dari belakang Hantu Tuju Mak Salmah.
Ia memegangi perutnya yang sudah hamil tua. Ya, malam itu Imas pergi dari gubuk di tengah hutan untuk mencari Mak Salmah. Waktu melahirkan sudah kian dekat.
Imas dapat merasakan kesedihan yang mendalam di mata Mak Salmah. Namun sejujurnya badannya juga gemetaran. Tapi rasa takut itu dikalahkan oleh upayanya melahirkan anaknya.
"Mak! Bantu aku, mak" kata Imas memelas.
Jadi selama ini Imas tinggal di hutan, di sebuah gubuk bekas warga. Sehari-hari ia makan dari hasil hutan. Ia terus bertahan hidup bersama bayi di perutnya.
Mak Salmah yang trenyuh dan iba pada Imas lalu membantunya melahirkan. Malam itu, di gubuknya di tengah hutan, Imas berusaha melahirkan sendiri bayi yang dikandungnya.
Mak Salmah yang masih dalam bentuk hantu Tuju hanya memberi arahan seadanya. Menjelang dini shubuh hari, sesosok bayi dilahirkannya dalam hening. Tak ada suara. Hanya jangkrik yang berisik di luar.
"Ada apa, Mak? Ada apa dengan bayiku?"
"Dia sudah tidak ada, Imas. Dia sudah meninggal"
Bayi itu lahir dalam kondisi sudah tak bernyawa. Imas meraung sejadi-jadinya. Ya, Bayi yang dinanti-nantikan Imas itu telah meninggal. Semua energi Imas seperti terserap habis.
"Maafkan aku Imas. Seandainya tubuhku masih lengkap, pastilah aku akan menolongmu" kata Mak Salmah. Imas masih meraung dan menangis.
Ketika hari menjelang pagi, mak Samah berkata, "Maafkan aku Imas, tapi sebentar lagi aku harus pergi. Kau kuatlah di sini. Dunia ini jahat Imas. Bila kita tak menerkam, kitalah yang diterkam"
Imas dapat merasakan kesedihan memenuhi gubuk itu.
"Boleh aku minta tolong Mak Salmah untuk terakhir kalinya?" Tanya Imas.
"Apa itu Imas?"
"Berikan aku ilmu itu Mak, berikan aku ilmu hantu Tuju" pinta Imas.
"Tak takutkah nasibmu berakhir seperti aku?" Tanya Mak Salmah.
"Aku sudah tak peduli Mak. Giliranku menerkam. Aku sudah tak punya siapa-siapa. Ini takdirku Mak" kata Imas.
Maka sebelum Matahari terbit, diwariskanlah ilmu itu. Ilmu yang membuat Imas dapat menjelma menjadi hantu Tuju. Rasa sakit hati yang dialami Imas telah membuatnya menjadi manusia yang berbeda.
Seusai menguburkan bayinya dan kepala Mak Salmah, Imas merencanakan sebuah pembalasan pada orang yang telah menyakiti hatinya.
-----
Kehidupan Upang dan Uni berlangsung normal. Upang begitu mencintai Uni. Uni dulunya memang kekasih Upang. Mereka tinggal di kampung yang berbeda.
Tapi suatu waktu Uni dan keluarganya menghilang. Orang bilang mereka diculik tentara Jepang. Upang yang patah hati harus menerima kenyataan pahit itu.
Untuk mengobati hatinya, ia dijodohkan dengan Imas, perempuan yatim-piatu paling cantik di kampung itu. Upang berusaha menerima Imas apa adanya. Namun setelah menikah, Upang mengetahui keberadaan Uni.
Mereka tinggal di danau dan beternak ikan. Perasaan sayang Upang ke Uni kembali tumbuh. Hingga diam-diam, Upang memutuskan menikahi Uni. Upang tidak tahu bagaimana harus menyampaikan hal itu pada Imas. Disembunyikannya kabar itu.
Namun Uni ternyata hamil. Bahagia sekali Upang mendengar kabar itu. Ia bahkan tidak peduli bahwa Imas juga sedang hamil.
Demi cintanya kepada Uni, Upang mengambil keputusan besar. Ia mengusir Imas dari rumah. Ia lebih memilih Uni, satu-satunya wanita yang paling dicintainya.
Upang tak pernah tahu kalau itu akan menjadi keputusan yang sangat disesalinya. itu adalah keputusan paling bodoh yang pernah ia pilih.
-----
Upang sedang menghisap rokok tembakau di luar malam itu. Uni yang usia kandungannya semakin tua sedang merebahkan diri di dalam. Upang tak mengizinkan Uni bekerja, tapi membersihkan rumah sudah membuat Uni letih.
Tiba-tiba angin bertiup kencang menghantam jendela, lampu minyak di rumah itu padam. Secepat itu sesosok kepala terbang dengan tetesan darah bercahaya bagai api menyala-nyala melayang masuk ke rumah.
Dari dalam kamar terdengar pekik teriakan Uni. "Abangggg!"
Upang kaget bukan kepalang. Dimatikannya rokok dan disambarnya parang yang tergantung di dinding. Upang dapat melihat sosok itu, sosok hantu Tuju.
Wajah itu begitu ia kenal. Imas menatapnya tajam. Suara Imas menggema, "Kau renggut bahagiaku, kau tak pantas bahagia Upang!!!"
Upang menggigil, ia tertunduk. Hantu Tuju itu lalu terbang melalui jendela. Angin bertiup kencang, pintu jendela tertutup kencang.
"Uni, Uni!" Kata Upang sambil berusaha menyalakan lampu minyak.
Upang tak mampu menahan tangisnya. Di hadapannya terbujur kaku wanita yang dicintainya, terlentang dengan mata terbelalak. Kulitnya keriput seperti menempel kepada tulang.
Lehernya robek. Tangannya kaku seperti sedang berusaha menggapai sesuatu. Itu adalah pemandangan paling mengerikan yang pernah dilihatnya.
Sementara itu di luar, warga berkerumun membawa obor. Mereka mengejar sosok hantu Tuju yang secara tak sengaja terlihat oleh salah satu warga. Hantu itu terbang ke arah hutan.
Dengan amarah luar biasa, Upang menyambar parang dan bergabung dengan warga.
"Imas! Hantu Tuju itu adalah Imas. Aku lihat dengan mata dan kepalaku sendiri" serunya.
Maka bergegaslah mereka ke hutan, menyusuri setiap sisi hutan. Hingga mereka menemukan gubuk reot dengan barang-barang seadanya. Atapnya bocor dimana-mana. Tapi tak ada siapapun.
Ada kain dengan darah bekas melahirkan masih teronggok di sana, juga dua kuburan baru. Itu semua menjadi saksi bisu kepergian Imas malam itu.
Melihat kondisi gubuk, muncul penyesalan luar biasa dalam diri Upang. Ia menyesal telah mengusir Imah pergi dari rumah dan meninggalkannya seorang diri dalam keheningan hutan.
Warga menggali kuburan dan menemukan kepala Mak Salmah dan bayi Imas. Kepala Mak Salmah membusuk, dimakan belatung. Aromanya yang busuk dan menusuk membuat semua yang ada disana merasa mual.
Setelah hari itu, tak ada yang tahu kemana perginya Imas. Ia telah menghilang seperti ditelan bumi.
Demikianlah kisah mengenai legenda hantu Tuju yang diceritakan oleh akun Twitter @bujangbangket. Cerita di atas kami tulis ulang dengan mengubah beberapa susunan kata dan kalimat tanpa mengubah alur atau jalan cerita.